-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Pengaruh Daun Katuk (Sauropus Androgynus) Terhadap Peningkatan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui

Wednesday, 16 October 2024 | October 16, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-10-17T01:05:24Z

Kandungan klorofil pada setiap 100gr daun katuk lebih kurang 220,2mg. selain klorofil, kandungan fitokimia lainnya adalah isoflavonoid yang menyerupai esterogen sehingga dapat memperlambat berkurangnya massa tulang. Kandungan sterolnya dapat meningkatkan metabolisme glukosa untuk sintesa laktosa, sehingga produksi ASI meningkat. Terkandung juga polifenol dan steroid yang berperan dalam reafleks prolactin atau merangsang alveoli untuk memproduksi ASI serta merangsang hormone oksitosin untuk memacu pengeluaran dan pengaliran ASI (Ramayulis, 2015).

Selain itu daun katuk merupakan sumber vitamin C. pada 100g daun katuk mengandung 59kkal, 5,8g protein, 1,0g lemak, 11,0g karbohidrat, 204 mg kalsium, 83 mg fosfor, 2,7 mg zat besi, 0,1 mg vitamin B1, dan 239 mg vitamin C serta 81,0% air. (Ramayulis, 2015). Masyarakat Indonesia telah menggunakan daun katuk sebagai sayuran hijau untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui sehingga dapat menghasilkan jumlah ASI yang lebih banyak untuk buah hatinya. Hal ini disebabkan karena daun tersebut memiliki banyak kandungan gizi seperti protein, kalori, dan karbohidrat. Kandungan gizi pada tanaman ini hampir setara dengan daun singkong dan daun pepaya. Perbedaannya, daun ini memiliki kandungan zat besi yang lebih tinggi. Selain itu katuk juga mengandung banyak vitamin A, vitamin C, vitamin B1 thiamin, mineral, lemak, tanin, flavonoid, saponin, dan alkaloid papaverin. Dengan kandungan tersebut, maka tidak heran jika tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman obat tradisional. Banyak yang menganggap bahwa manfaat katuk tidak hanya dapat melancarkan ASI saja tetapi jauh lebih banyak dari itu. Penelitian yang dilakukan oleh Suwanti & Kuswati (2016) dalam penelitiannya pasrtisipan yang terbagi kedalam 2 kelompok yang diberikan ekstrak daun katuk 2 kali sehari 2 kapsul selama 1 bulan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2018) pemberian simplisia daun katuk diminum 2x1 hari selama 15 hari. Berbeda dari metode sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Juliastuti (2019) dan oleh Seriati & Anita (2019) dengan memberikan rebusan daun katuk dan ekstrak daun katuk. Pemberian ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan dan menyusui dengan dosis 3x300 mg/hari. Untuk rebusan daun katuk menggunakan 300 gram daun katuk dicampur dengan 1,5 Liter air, direbus selama 15 menit (hingga daun katuk matang/lunak), kemudian disaring. Air rebusannya yang akan di minum oleh ibu tiga kali 150 ml sehari. Semerntara itu penelitian yang dilakukan oleh Rahmanisa & Aulianova, 2016) dan Baequny et al., (2016) dalam penelitiannya hanya mengumpulkan responden atau partisipan yang sudah mengkonsumsi daun katuk dan yang tidak mengkonsumsi daun katuk. Dan intervensi yang diberikan Lestari & Prasetyorini, (2020) memberikan jus daun katuk kepada partisipan untuk dikonsumsi 2x1 hari 300ml. Meskipun metode penelitian dan dengan cara yang berbeda terdapat hasil yang membutikan bahwa daun katuk mampu meningkatkan produksi ASI ibu menyusui.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwanti & Kuswati (2016).

Hasil penelitian didapatkan bahwa bahwa responden kelompok intervensi dengan diberikan ekstrak daun katu selama 30 hari dengan dosis 2 kali sehari 1 kapsul mendapatkan hasil bahwa sebagian besar ASI melebihi kebutuhan bayi (70%). Sedangkan pada kelompok kontrol (tanpa perlakuan) didapatkan data bahwa responden yang produksi ASI nya melebihi kebutuhan bayinya hanya 6,7% dan masih didapatkan yang kurang memenuhi kebutuhan bayi (20%). Responden kelompok intervensi selama diberikan ekstrak daun katu dilakukan monitoring setiap 1 minggu 1 kali untuk melihat efek samping atau keluhan ibu yang berkaitan dengan ekstrak daun katu ternyata didapatkan hasil bahwa tidak ada ibu yang mengalami pusing, mual atau muntah layaknya orang keracunan makanan. Hasil analisis dengan uji statitik menggunakan uji Chi-Square, dapat diketahui bahwa ibu-ibu yang mengkonsumsi ekstrak daun katu ASI nya lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang tidak mengkonsumsi ekstrak daun katu (ρ = 0.000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baequny et al., (2016) hasil analisa uji statistic dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan nilai ρ value (Asymp. Sig. 2-sided) sebesar 0,001 (<0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, berarti ada pengaruh kebiasaan minum jamu pada ibu nifas terhadap produksi. Jika dilihat dari nilai relative risk (RR) sebesar 4,025 maka dapat disimpulkan bahwa ibu nifas yang biasa minum jamu mempunyai peluang produksi ASI lancar sebesar 4 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu nifas yang tidak minum jamu. Menurut Bayhatun dalam Baequny et al., (2016) Tanda-tanda bahwa bayi mendapat cukup ASI antara lain: 1) Bayi yang cukup ASI berkemih 6-8 kali dalam sehari. 2) Terdapat peningkatan berat badan rata-rata 500 gram perbulan. 3) Bayi sering menyusu yaitu tiap 2-3 jam atau 8-12 kali dalam sehari. 4) Bayi tampak sehat, warna kulit dan turgor baik, cukup aktif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rahmanisa & Aulianova, 2016) Efektivitas alkaloid dan sterol yang terkandung didalam daun katuk dapat meningkatkan produksi ASI. Penelitian yang dilakukan oleh (Seriati & Anita, 2019) hasil penelitian didapatkan bahwa bahwa mayoritas pada kelompok intervensi produksi ASI cukup yaitu 14 ibu dan pada kelompok kontrol 7 ibu. Produksi Asi kurang pada kelompok intervensi yaitu 2 ibu dan pada kelompok kontrol 9 ibu. Hasil uji statistik didapatkan bahwa p (sig) adalah 0,009 < 0,05, maka dapat disimpulkan ada pengaruh konsumsi air rebusan daun katuk terhadap pengeluaran produksi ASI pada ibu nifas. Tercapainya tujuan dari Sustainable Development Goals (SGD’s) bagian ke 3 target ke 2 yaitu pada tahun 2030, kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan cara semua Negara berusaha untuk mengurangi angka kematian neonataln setidaknya 12 per 1000 kelahiran hidup merupakan suatu pencapaian yang penting dalam dunia kesehatan dan World Health Organization (WHO) mencatan bahwa dengan memperaktekkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) esklusif bagi bayi dapat menurunkkan jumlah kesakitan dan kematian anak, karena penyakit yang umum terjadi pada anak seperti diare dan pneumonia ASI membantu pemulihan lebih cepat selama sakit (WHO,2017). (Sumber Jurnal Kesehatan, Vol. 10 No. 1 (2021))

×
Berita Terbaru Update