OPINI - Tongkat kayu dan batu jadi tanaman, demikian syair lagu yang menggambarkan betapa suburnya negeri kita. Bagaimana tidak? Dengan hanya dua musim, kekayaan alam melimpah ruah: burung-burung bersiul, hewan-hewan hidup beragam, dan alam memberi segalanya.
Namun, ironi muncul saat kita harus membeli air untuk hidup. Air galon isi ulang berlalu lalang menjadi kebutuhan dasar yang diperjualbelikan. Bagi mereka yang berkecukupan, membeli air mungkin tak terasa berat. Tetapi bagi masyarakat yang serba kekurangan, perjuangan untuk mendapatkan air bersih menjadi beban yang terus-menerus.
Kondisi ini diperparah oleh limbah pabrik yang mencemari sumber air di sekitar kita. Sungguh ironis, di negeri yang kaya sumber daya, kita justru harus mengeluarkan uang demi kebutuhan dasar yang seharusnya tersedia secara melimpah.
Negeri ini akan makmur jika kekayaannya dikelola oleh pemimpin yang memiliki Imtak (iman dan takwa) serta Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Pemimpin yang memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Kemakmuran sejati hanya dapat terwujud jika lahir pemimpin-pemimpin religius dari masjid—pemimpin yang ulil albab, cerdas, dan bijaksana. Semoga negeri ini diberikan pemimpin yang mampu membawa kita menuju kemakmuran hakiki.
Aamiin ya Rabbal 'Alamin.