Berikut ini adalah versi penyempurnaan dari narasi opini yang Anda kirimkan, dengan struktur
Di masa mudanya, generasi belia di negeri ini terus tumbuh secara kuantitas. Namun, pertumbuhan tersebut perlu dibarengi dengan kesiapan negara dalam menyediakan lapangan kerja, ruang usaha, dan arah yang jelas menuju cita-cita "Indonesia Emas". Bonus demografi seharusnya menjadi peluang, bukan justru berujung pada kelelahan kolektif akibat minimnya penyerapan tenaga kerja dan rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang signifikan menuntut negara untuk tidak hanya menyiapkan strategi jangka pendek, tetapi juga menyediakan sarana, prasarana, dan ekosistem pembangunan yang berkelanjutan. Ini menjadi tantangan besar sekaligus peluang, jika dikelola dengan baik.
Sementara di banyak negara lain terjadi perang tarif atau kompetisi ekonomi global, kita di Indonesia justru dihadapkan pada "perang pengangguran" dan "perang moral". Kita harus menang dalam dua arena ini: menyediakan pekerjaan dan membangun karakter.
Pertanyaan reflektif muncul: Apakah kita sedang bergerak dari kegelapan menuju cahaya, atau justru dari kegelapan menuju kegelapan lainnya (minadz dzulumati ila dzulumat)? Subhanallah, betapa kita perlu merenung.
Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa tidak ada masa pensiun dalam perjuangan hidup. Ketika usia telah lanjut dan fisik mulai renta, maka kejernihan pikiran dan kebijaksanaan sangat dibutuhkan. Kejujuran adalah fondasi, dan semua ini bisa dibangkitkan melalui nilai-nilai khuluqul Qur’an—akhlak Qurani yang dicontohkan Rasul, serta makanan yang halal dan thayyib sebagai bagian dari kehidupan yang bersih dan berkah.
Kebangkitan sejati harus menyasar akar-akar masalah: kebodohan, kemiskinan, dan kesehatan yang buruk. Bonus demografi hanya akan menjadi berkah jika ditopang oleh nilai-nilai spiritual, moral, dan kemanusiaan yang luhur.